Salamander Terbesar Di Dunia

Salamander Terbesar Di Dunia

Ketiganya memiliki warna tubuh yang berbeda

Jika biasanya Salamander memiliki 4 kaki yang menopangnya untuk berjalan, lain halnya dengan Giant Salamander yang memiliki kaki yang pendek dan gemuk. Tubuh dan kepala mereka gepeng dengan mata yang kecil dan kulit yang licin. Meski sangat mirip, namun ternyata ketiga jenis ini memiliki perbedaan dalam warna tubuh.

Hellbender memiliki tubuh berwarna cokelat kemerahan, Chinese Giant Salamander berwarna abu-abu kecokelatan, sedangkan Salamander Jepang memiliki warna yang lebih gelap dibanding lainnya yaitu hitam.

Ada beberapa cara mempertahankan diri yang unik

Sebenarnya, salamander raksasa china merupakan predator puncak di habitat alaminya. Akan tetapi, perilaku kanibal yang biasa ditunjukkan salamander berukuran besar membuat mereka tetap perlu sejumlah cara untuk mempertahankan diri. Selain itu, mungkin saja predator-predator besar yang hidup di sekitar sungai menargetkan mereka sebagai mangsa jika ada kesempatan.

Dilansir Animal Diversity, kulit salamander raksasa china bisa melakukan sekresi berupa cairan asam dan lengket berwarna putih. Cairan ini sangat lengket. Karena sifatnya yang asam, ini bisa juga untuk mengusir predator yang mendekat. Selain itu, warna tubuh mereka juga sangat cocok untuk melakukan kamuflase dengan batu-batuan atau lumpur di habitat alaminya.

Menariknya, salamander raksasa china juga punya berbagai suara unik yang salah satunya jadi sumber penamaan lain bagi warga setempat. Amfibi ini bisa mengeluarkan suara seperti gonggongan, siulan, mendesis, sampai suara yang mirip tangisan. Nah, khusus suara yang seperti tangisan ini begitu mirip dengan suara tangisan anak kecil. Oleh karena itu, mereka juga disebut dengan nama wáwáyú/ ní yang berarti 'anak ikan'.

Bisa hidup tanpa makan selama beberapa minggu

Giant Salamander sangat menyukai ikan, udang, cacing, kepiting dan juga kodok untuk menjadi menu santapan mereka. Tak jarang, mereka juga memakan teman sebangsanya sendiri yaitu para Salamander yang berukuran lebih kecil.

Dikutip dari animals.mom.me, amfibi ini diketahui memiliki metabolisme yang sangat lambat. Oleh karena itulah mereka bisa hidup selama beberapa minggu tanpa makanan.

Mereka yang menyaksikan dinosaurus datang dan pergi

Salamander disebut-sebut sebagai "fosil hidup" karena mereka sudah ada sejak zaman purba. Dilansir dari laman resmi Kebun Binatang Sandiego Amerika, 3 spesies salamander raksasa ini diperkirakan sudah hidup sejak zaman Jurassic atau sekitar 170 juta tahun yang lalu. Wah, seangkatan sama dinosaurus, nih!

Reproduksi dan populasinya saat ini

Sebenarnya, salamander raksasa china merupakan hewan teritorial, baik jantan maupun betinanya. Akan tetapi, ketika musim kawin tiba, yakni sekitar Juli hingga September, perilaku agresif mereka ketika menjaga teritorialnya akan berkurang ketika lawan jenis menghampiri. Saat pasangan bertemu, mereka akan saling menggosok perut, mengejar, bergerak berdempetan, sampai hidup bersama untuk beberapa waktu.

Animalia melansir bahwa setelah proses perkawinan selesai, betina akan mengeluarkan telur sekitar 400—500 butir dengan ukuran rata-rata sekitar 7—8 mm. Telur-telur ini akan memasuki masa inkubasi selama 50—60 hari. Menariknya, salamander jantan jadi pihak yang menjaga telur-telur tersebut hingga menetas. Telur salamander raksasa china terbilang unik. Pasalnya, ukuran telurnya dapat membesar setelah menyerap air.

Saat baru lahir, ukuran larva salamander raksasa china hanya berukuran 3 cm. Butuh waktu sekitar 5—6 tahun sebelum mereka dewasa dengan panjang sekitar 40—50 cm. Akan tetapi, mereka akan terus tumbuh sepanjang hidupnya dan diketahui bisa hidup hingga 60 tahun.

Sayangnya, populasi amfibi ini di alam liar sedang dalam kondisi kritis. Pencemaran sungai dan perburuan liar jadi penyebab utama berkurangnya jumlah salamander raksasa china di habitat alaminya. Padahal, sebelum 1950, amfibi ini masih tersebar luar di berbagai sungai di China. Menurut IUCN, salamander raksasa china saat ini tergolong Critically Endangered atau terancam punah.

Hanya dalam 70 tahun terakhir, populasi salamander raksasa china sudah berkurang hingga 80 persen. Tanpa upaya konservasi yang serius, tentunya hanya perlu menghitung tahun sebelum amfibi menakjubkan ini benar-benar punah. Semoga saja mereka bisa memulihkan populasinya agar kita tetap bisa menyaksikan amfibi terbesar di dunia yang menakjubkan ini, ya!

Baca Juga: 7 Fakta Terunik Ikan Trout, Jadi Inspirasi Karakter Tom di SpongeBob

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Jakarta, CNBC Indonesia - Musim hujan telah tiba, di mana saat musim hujan biasanya hewan-hewan yang terbilang berbahaya akan muncul, terutama ular.

Bagi Anda yang bertempat tinggal di desa atau di kota dengan pekarangan yang cukup luas dan tanaman yang cukup lebat mungkin perlu mewaspadai akan kemunculan ular.

Perubahan iklim, seperti kenaikan suhu dan cuaca tidak menentu, juga berpengaruh terhadap ular. Dikutip dari WHO (World Health Organization), perubahan iklim dan kemunculan ular memiliki keterkaitan.

Organisasi Kesehatan Dunia itu menyebut bahwa perubahan iklim hanya akan memperburuk masalah bagaimana ular berbagi tempat dengan manusia. Hal ini karena ular akan menggeser distribusinya seiring dengan meningkatnya suhu dan kejadian-kejadian ekstrem yang lebih sering terjadi.

Manusia akan mengubah praktik pertanian, sehingga akan ada tekanan lebih besar bagi ular untuk bermigrasi atau mengungsi. Akibatnya, kontak dan konflik antara manusia dengan ular diperkirakan akan menjadi lebih sering terjadi di beberapa wilayah

Ular merupakan kelompok reptilia tidak berkaki dan bertubuh panjang yang tersebar luas di dunia. Hewan ini kerap dikenal bahaya karena beberapa diantaranya memiliki bisa yang mematikan.

Namun, tidak semua ular memiliki bisa yang mematikan. Salah satunya yakni ular sanca. Meski tidak memiliki bisa, tetapi ular sanca tetap menjadi hewan yang mematikan karena memiliki kemampuan konstriksi yang efektif untuk membunuh mangsanya.

Ular sanca akan melilit tubuh mangsanya dengan erat, memadatkan cengkeramannya, dan membuat mangsanya mati lemas karena aliran darah dan pernapasannya terhenti.

Pada musim hujan, ular sanca cenderung lebih sering ditemukan karena mungkin habitat teresterialnya tergenang, maka ular akan keluar dari persembunyiaanya untuk mencari tempat yang nyaman.

Sebagai satwa berdarah dingin, ketika kepanasan, maka ular harus masuk ke air. Untuk itu, ular harus bisa mengontrol suhu tubuhnya, jangan sampai melebihi batas suhu toleransi lingkungan, karena bisa mati.

Umumnya, ular sanca termasuk salah satu ular terbesar di dunia. Beberapa spesies ular sanca bisa tumbuh hingga 8-10 meter. Bahkan, rahang bawah ular sanca bisa terbuka lebar hingga sepuluh kali kepala manusia.

Dengan ukuran raksasanya, ular-ular tersebut bisa terhindar dari predator dan bisa memakan berbagai jenis hewan. Adapun ular sanca biasanya berburu mangsa di malam hari, seperti kadal, burung, dan mamalia kecil.

Mereka juga cenderung hidup di daerah tropis. Itulah kenapa, benua Asia jadi tempat tinggal banyak ular raksasa. Tak tanggung-tanggung, beberapa spesies ular terbesar di dunia dan ular terpanjang di dunia dapat ditemukan di Asia, terutama di Asia Tenggara.

Secara umum, ular-ular besar tersebut menghuni hutan. Namun tak jarang, mereka juga ditemukan di area pemukiman. Apalagi jika sudah memasuki musim hujan, sehingga potensi keluarnya ular-ular ini di pemukiman cukup besar.

Lalu, jenis ular sanca apa yang terbilang sangat besar mungkin di dunia? Berikut ini daftarnya.

1. Sanca Bodo (Python bivittatus)

Sanca bodo adalah ular sanca terbesar di dunia sekaligus spesies ular terbesar di Asia. Mengutip beberapa sumber, ular dengan nama ilmiahpython bivittatusini bisa tumbuh sepanjang 7 meter dan seberat 182,2 kilogram. Namun ular sebesar itu cukup jarang ditemukan, rata-rata panjang ular ini ada di angka 3 sampai 5 meter dengan berat 20 sampai 40 kg.

Tak cuma besar, ular ini juga punya badan yang gemuk dan berotot. Karena tidak berbisa, bentuk tubuhnya tersebut membantu sanca bodo untuk melilit mangsa dengan sangat kuat.Tubuhnya berwarna cokelat dan dipenuhi pola kotak-kotak layaknya jerapah, kepalanya berbentuk seperti berlian dengan pola panah di atasnya.

Penyebarannya cukup luas dan bisa ditemukan di Myanmar, Thailand, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Nepal, Bhutan, Bangladesh, Laos, Kamboja, hingga China.

Mereka juga menjadi hewan invasif di Florida, Amerika Serikat (AS) dan memberikan efek buruk bagi ekosistem asli di sana. Ular ini juga perenang yang handal dan menghuni hutan, rawa, padang rumput, dan daerah dekat sungai.

2. Sanca Kembang (Malayopython Reticulatus)

Sanca kembang memang bukan ular terbesar di Asia, tetapi spesies ini adalah yang terpanjang. Memang tidak seberat sanca bodo, tetapi ular ini punya badan yang jauh lebih panjang, yaitu di angka 10 meter bahkan lebih.

Badannya juga lebih memanjang dan ramping. Karenanya, tak jarang sanca kembang juga memanjat pohon untuk mencari hewan seperti burung, kadal, atau monyet. Kulitnya juga punya warna cokelat muda yang dihiasi corak seperti batik atau bunga berwarna jingga, putih, dan hitam.

Selain itu, di bagian depan mulutnya, ular raksasa ini memiliki sensor pendeteksi panas yang memudahkannya mendeteksi mangsa di lebatnya hutan dan pepohonan.

Mangsanya sangat beragam. Mereka bisa memakan mamalia kecil, burung, monyet, babi, bahkan dalam beberapa kasus, sanca kembang sanggup memakan manusia.

Karena tidak berbisa ular ini mengandalkan giginya yang tajam dan lilitannya yang kuat membunuh mangsa. Mereka juga tersebar luas dan dapat ditemukan di India, Thailand, Malaysia, sampai Indonesia.

3. Sanca Batu India (Python Molurus)

Sanca batu india atauPython molurusmerupakan kerabat dekat dari sanca bodo. Bahkan awalnya, kedua ular ini diklasifikasikan sebagai satu spesies.

Dahulu, sanca bodo merupakan subspesies dari sanca batu india dan punya nama ilmiah python molurus bivitattus.Akhirnya setelah dilakukan penelitian lebih lanjut diketahui bahwa keduanya merupakan spesies yang berbeda.

Pada 2009, pemisahan spesies antara sanca bodo dan sanca batu india dilakukan. Namun, karena kekerabatannya yang dekat, kedua ular ini punya ciri fisik yang serupa.

Keduanya sama-sama berwarna cokelat, tapi pola di tubuh sanca batu india lebih acak dan tidak mengotak seperti di tubuh sanca bodo. Ukuran sanca batu india lebih kecil, yaitu dengan panjang di angka 4 sampai 6 meter.

Seperti namanya, sanca batu india juga lebih suka berada di bebatuan, padang rumput, savana, hutan terbuka, dan terkadang berada di dekat perairan. Pakistan, India, Bangladesh, Nepal, dan Sri Lanka jadi habitat alami ular tidak berbisa ini.

4. Sanca Patola (Simalia Amethistina)

Sanca patola merupakan ular tidak berbisa yang bisa tumbuh hingga sepanjang 4 meter dengan bobot mencapai 15 kilogram.

Mereka juga salah satu ular raksasa yang bisa ditemukan di Pulau Papua dan Australia. Ular ini merupakan hewan arboreal dan kerap ditemukan bertengger di dahan atau ranting pohon.

Sebagai ular arboreal tentunya ular ini punya tubuh yang ramping, panjang, dan otot yang kuat. Mereka juga sangat suka memakan hewan-hewan seperti burung, tupai, kelelawar, dan reptil kecil.

Ular dengan nama ilmiah simalia amethistinaini punya perpaduan warna hitam, cokelat, dan jingga yang sangat menawan. Sisiknya juga halus dan akan memancarkan warna pelangi terang jika terkena sinar matahari, karenanya ia sangat populer sebagai peliharaan.

Namun karena hal ini sanca patola sering diburu dan menyebabkan populasinya kian menurun. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin ular eksotis ini akan punah di kemudian hari.

5. Sanca Papua (Apodora Papuana)

Sesuai namanya, ular sanca ini banyak ditemukan di Pulau Papua, tepatnya di Indonesia dan Papua Nugini. Ular ini dapat tumbuh hingga mencapai panjang 4,3 meter.

Warnanya cukup beragam mulai dari cokelat, abu-abu, sampai hitam. Warna tersebut juga punya fungsi, yaitu untuk membantu ular ini bersembunyi dan berkamuflase di bawah bebatuan, kayu, dan rerumputan di hutan dan savana.

Secara khusus, sanca papua hanya memakan mamalia kecil. Ia juga merupakan predator penyergap yang akan berdiam diri sembari menunggu mangsanya mendekat.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Salamander raksasa China. (Foto: Yang Chuan Dong via EDG of Existence)

SALAMANDER raksasa yang hidup di China merupakan hewan amfibi terbesar di dunia yang masih hidup. Panjang tubuhnya sampai 2 meter. Salamander termasuk hewan purba yang pernah hidup bersama dinosaurus pada zaman Jura.

Keberadaan salamander kini terancam punah karena banyak diburu untuk dimakan, sehingga wajib diberi perlindungan dan konservasi.

Salamander ada beberapa jenis, tapi yang paling besar adalah salamander raksasa dari China.

Salamander memiliki tubuh yang ramping, ekor yang panjang, dan kulitnya yang lembab serta halus. Mereka tersebar di berbagai wilayah termasuk Amerika Utara, Eropa, Asia, dan Amerika Tengah, dengan spesies yang berbeda dan berbagai habitat, seperti hutan, kolam, sungai, dan gua.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut 7 fakta Salamander raksasa.

1. Amfibi kelompok Urodela

Salamander merupakan anggota dari ordo Caudata yang memiliki 3 jenis spesies yaitu Chinese Salamander, Japanese Salamander, dan Hellbender dari Amerika.

Amfibi urodela ini juga memiliki bobot tubuh cukup besar seberat 60 kg yang masih hidup hingga saat ini. Faktanya, terdapat sekitar 600 spesies salamander yang berbeda, yang tersebar di seluruh dunia seperti salamander merah, salamander berpunggung belang, dan axolotl dengan kemampuan bertahan hidup dalam bentuk larva.

2. Proses reproduksi

Salamander memiliki berbagai cara untuk berkembang biak, termasuk dengan bertelur dan melahirkan. Hewan raksasa ini akan menaruh telur-telur di dalam air, lalu melahirkan anak-anak salamander yang telah berkembang dalam tubuh induknya.

3. Bernafas melalui kulit

Spesies amfibi ini menggunakan kulitnya untuk pertukaran gas dan menghirup oksigen, karena mereka memiliki jenis kulit yang lembab, sehingga Salamander dapat bernapas selain menggunakan paru-paru mereka.

Faktanya, mereka juga tidak memiliki insang walaupun hidup di perairan, meskipun ada juga spesies salamander lainnya yang hidup di darat.

4. Kemampuan regenerasi

Memiliki panjang tubuh sekitar 1,8 meter, hewan berekor ini mampu bertahan hidup dan memperbaiki anggota tubuh yang hilang, termasuk kaki, ekor, bahkan sebagian organ dalam. Karena itu, kemampuan salamander ini dijadikan juga sebagai subjek penelitian intensif.

Salamander dapat ditemukan di hutan, rawa, dan sungai-sungai dengan air yang bersih. Selain itu, terdapat juga beberapa spesies salamander yang hidup di darat, maupun hidup di dalam air.

Namun, spesies ini terancam punah karena hilangnya ekosistem asli mereka akibat ulah manusia yaitu perburuan liar, terjadinya polusi air, dan penyebaran penyakit seperti chytridiomycosis.

6. Peka terhadap lingkungan

Salamander merupakan karnivora, di mana mengkonsumsi serangga, cacing, invertebrata kecil, dan lainnya sebagai sumber makanannya.

Mereka berperan penting dalam ekosistem baik sebagai pemangsa maupun mangsa, bahkan sebagai tolak ukur kesehatan lingkungan karena mereka peka terhadap perubahan lingkungan. Sehingga, membuatnya berguna untuk mempelajari dampak polusi dan degradasi habitat.

7. Hewan mimikri dan mengalami metamorfosis

Selain memiliki suara seperti bayi menangis, Salamander juga mengalami fase metamorfosis atau proses perkembangan biologis yang melibatkan perubahan bentuk dan struktur tubuh organisme selama siklus hidupnya.

Diketahui, mereka akan berubah bentuk mirip dengan katak dan kodok. Selain itu, mereka juga hewan mimikri, di mana mereka dapat menirukan ular berbisa untuk menghalangi predator.

Amfibi terbesar dunia, salamander raksasa di China Selatan sepanjang hampir dua meter 'ditemukan'

Sumber gambar, BEN TAPLEY/ZSL

Amfibi yang disebutkan sebagai salamander terbesar dengan ukuran sekitar dua meter ditemukan, spesies yang terancam punah karena banyak ditangkap untuk disantap, demikian hasil penelitian DNA dari spesimen museum.

Salamander raksasa atau sejenis kadal di China Selatan sepanjang hampir dua meter ini terancam punah dan para ilmuwan menyebutkan perlu dilakukan upaya konservasi.

Penangkapan binatang untuk disantap sebagai sajian hewan eksotis membuat sejumlah spesies berkurang jumlahnya di China.

Sebelumnya salamander ini dianggap sebagai satu spesies, tetapi analisa spesimen mati dan masih hidup menunjukkan terdapat tiga spesies di sejumlah daerah di China.

Salamander China Selatan adalah yang terbesar dari ketiganya. Para peneliti memperkirakan hewan ini adalah amfibi terbesar yang masih hidup saat ini.

Profesor Samuel Turvey dari Zoological Society of London (ZSL) mengatakan penurunan jumlah di alam sebagai sebuah "bencana".

Sumber gambar, HARRY TAYLOR / NHM IMAGE RESOURCES

"Kami berharap pemahaman terbaru tentang keragaman spesies ini dapat mendukung keberhasilan konservasi, tetapi langkah darurat diperlukan untuk melindungi populasi salamander raksasa yang kemungkinan masih ada," katanya.

Peneliti lainnya, Melissa Marr, dari Natural History Museum London mengatakan sejumlah langkah harus ada untuk mempertahankan susunan gen dari masing-masing spesies yang berbeda.

"Berbagai spesies ini ditemukan dan perlu segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan salamander raksasa China di alam," katanya.

Salamander jantan merupakan ayah yang bertanggung jawab

Pada musim kawin yang terjadi ketika suhu air sekitar 20 derajat celcius atau pada bulan Juli hingga September, Salamander yang biasa hidup soliter ini mulai mencari pasangan. Menurut sandiegozoo.org, Giant Salamander mulai memasuki masa dewasa pada usia ke-5 atau 6 tahun ketika ukuran tubuh mereka mencapai 50 cm.

Pada musim semi, si betina akan menelurkan 400 hingga 500 butir yang umumnya disimpan di bawah batu besar. Setelah itu, Salamander betina pergi dan sang jantan lah yang menjaga telur mereka sampai usia 45 - 60 hari atau ketika bayi mereka sudah keluar dari telur. Sebulan setelah menetas, anak-anak tersebut mulai bisa mencari makan sendiri dan Salamander jantan pun pergi meninggalkan mereka.

Nah, itulah 8 fakta Salamander China, Hellbender dan Salamander Jepang yang merupakan spesies amfibi terbesar di dunia. Kamu sudah pernah melihat mereka belum nih?

Baca Juga: 5 Tips Memelihara Axolotl, Salamander Air yang Imut dan Menggemaskan

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Di 2020, media sosial pernah dihebohkan oleh kemunculan seekor hewan berkaki pendek dengan kulit licin di depan rumah seorang warga di Jepang. Netizen banyak yang penasaran spesies apakah itu karena bentuk tubuh dan ukurannya cukup asing bagi manusia.

Beberapa orang ada yang mengira makhluk tersebut adalah salah satu jenis lele. Sebenarnya, hewan tersebut adalah Japanese giant salamander (Andrias japonicus) alias salamander raksasa Jepang, salah satu jenis amfibi atau hewan yang dapat hidup di darat maupun air yang terlihat seperti persilangan antara katak dan kadal.

Salamander Jepang bisa dibilang memiliki hubungan saudara dengan dua jenis hewan raksasa giant salamander lainnya yaitu Chinese salamander (Andrias davidianus) yang berasal dari China, dan Hellbender salamander (Cryptobranchus alleganiensis) yang berasal dari Amerika. Mereka memiliki kemiripan dalam bentuk tubuh, habitat dan juga cara mencari mangsa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wujud salamander raksasa tampak seperti hewan prasejarah karena amfibi ini boleh dibilang adalah fosil hidup peninggalan dari masa lalu. Ketiga spesies salamander raksasa ini diperkirakan sudah hidup sejak zaman Jurassic atau sekitar 170 juta tahun lalu, masih satu angkatan dengan dinosaurus. Sebagian besar bentuk tubuhnya pun tidak berubah.

Menyandang sebutan raksasa, hewan ini berukuran jauh lebih besar dibandingkan salamander biasa. Salamander raksasa merupakan amfibi terbesar di dunia saat ini. Dikutip dari ZME Science, Rabu (21/6/2023) Chinese giant salamander dapat tumbuh hingga mencapai ukuran maksimal sekitar 1,8 meter, sedangkan Japanese giant salamander sedikit lebih kecil yaitu 1,5 meter dengan berat mencapai 23 kg. Hellbender merupakan yang paling kecil di antara trio salamander raksasa ini dengan ukuran maksimal hanya mencapai 70 cm.

Ciri hewan ini antara lain memiliki tubuh dan kepala gepeng, bermata kecil, dan berkulit licin. Meski mirip, ketiga jenis ini memiliki perbedaan dalam warna tubuh. Japanese giant salamander memiliki warna paling gelap dibandingkan yang lainnya yaitu hitam. Chinese salamander berwarna abu-abu kecoklatan, sedangkan Hellbender memiliki tubuh berwarna cokelat kemerahan.

Meski tak diketahui berapa jumlah pasti salamander raksasa yang masih hidup di alam hingga saat ini, ketiganya masuk daftar The International Union for Conservation of Nature's (IUCN) Red List dengan status near threatened atau hewan terancam punah.

Spesies ini terancam punah karena hilangnya habitat, polusi, dan perburuan, terutama di China. Dalam pengobatan tradisional China, daging hewan ini dianggap lezat dan berkhasiat sehingga terus diburu untuk dikonsumsi.

Kalau bicara soal keluarga salamander, biasanya kita langsung terpikirkan hewan amfibi berkulit lembap yang menyerupai reptil dengan ukuran tak lebih dari 30 cm. Padahal, ada banyak jenis salamander yang bisa mencapai ukuran tubuh yang sangat impresif, lho, salah satunya salamander raksasa china (Andrias davidianus). Pernahkah kamu mendengarnya?

Bentuk tubuh amfibi ini pastinya bukan favorit semua orang. Tubuh dan kepalanya berwarna cokelat tua dan cenderung pipih dengan tekstur licin khas salamander. Sementara, kaki-kakinya cenderung pendek, matanya bulat dan kecil, serta adanya sirip sepanjang tubuh hingga ujung ekornya. Nah, bagian ekor juga jadi ciri yang menarik dari salamander raksasa china. Pasalnya, ekor ini sangat padat, besar, dan panjang sehingga mengambil proporsi sekitar 59 persen dari keseluruhan panjang tubuhnya.

Tak hanya tubuhnya yang punya bentuk unik, salamander raksasa china juga menyimpan sejumlah fakta lain yang tak kalah menarik. Penasaran dan ingin kenal lebih dekat dengan amfibi terbesar di dunia ini? Yuk, cari tahu jawaban lengkapnya pada ulasan di bawah ini!

Tidak mengandalkan indra penglihatan untuk beraktivitas

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Dari ukurannya saja, sudah terlihat sangat jelas kalau indra penglihatan salamander raksasa china sangat buruk. Oleh karena itu, amfibi ini akan mengandalkan beberapa indra lain agar mereka tetap bisa beraktivitas dengan normal di habitat alaminya. Salah satu indra yang menarik adalah indra perasa yang ada di tubuhnya.

Menurut Critter Science, salamander raksasa china dapat merasakan getaran sekecil apa pun di dalam air yang berasal dari makhluk lain di sekitarnya, termasuk calon mangsanya. Semua itu bisa dilakukan berkat adanya node sensorik yang melintang di sekujur tubuhnya, khususnya pada area kepala. Selain merasakan getaran, indra penciuman dari salamander ini bisa dibilang sangat baik.

Apa yang dimaksud dengan salamander raksasa China?

Salamander raksasa sebelumnya pernah ditemukan di sejumlah tempat di China bagian tengah, timur dan selatan.

Penangkapan berlebihan meningkat dalam beberapa dekade terakhir, untuk memasok pasar makanan hewan yang dianggap eksotis di China.

Industri peternakan skala besar yang telah dikembangkan, dipandang dapat mengancam populasi di alam karena perburuan dan penyebaran penyakit menular.

Para peneliti menggunakan spesimen museum untuk mengkaji sejarah genetika salamander raksasa China, kelompok yang sangat kuno sehingga binatang ini dipandang sebagai "fosil hidup".

Pemikiran bahwa salamander raksasa China Selatan sebagai spesies tersendiri pertama kali diusulkan pada tahun 1920-an, tetapi kemudian tidak ditindaklanjuti karena binatang tidak biasa ini dipelihara di Kebun Binatangan London.

Tim kemudian menggunakan binatang sama, yang sekarang diawetkan sebagai sebuah spesimen di Natural History Museum, untuk mengetahui sifat-sifat khas spesies baru.

Penelitian ini diterbitkan di jurnal Ecology and Evolution .

Beberapa waktu lalu, sosial media dihebohkan dengan munculnya seekor hewan berkaki pendek dengan kulit licin yang muncul di depan sebuah rumah di Jepang. Banyak warganet yang penasaran spesies apakah itu karena tubuhnya yang besar dan terlihat cukup asing bagi manusia.

Bahkan, beberapa orang juga ada yang mengira makhluk tersebut adalah salah satu jenis ikan lele. Namun sebenarnya, binatang tersebut adalah Japanese Giant Salamander yang merupakan salah satu jenis amfibi atau hewan yang dapat hidup di darat maupun air.

Salamander Jepang bisa dibilang memiliki hubungan saudara dengan 2 Giant Salamander lainnya yaitu Chinese Salamander dan Hellbender yang berasal dari Amerika. Mereka memiliki kemiripan dalam bentuk tubuh, habitat dan juga cara mencari mangsa.

Ketiga Salamander ini juga dikenal sebagai amfibi terbesar di dunia. Ingin tahu fakta mengenai trio Giant Salamander ini? Scroll down, yuk!

Sayangnya, mereka sudah terancam punah

Meski tak diketahui berapa jumlah pasti Salamander raksasa yang masih hidup di alam hingga saat ini, namun ketiganya termasuk dalam hewan langka. Dilansir dari National Geographic, The International Union for Conservation of Nature's (IUCN) Red List  sudah menetapkan bahwa Hellbender dan Salamander Jepang berstatus near threatened atau terancam punah.

Sedangkan Salamender China diberikan status critically endangered atau dikategorikan dalam kondisi yang sangat kritis di alam. Konservasi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar (CITES), juga menetapkan status Appendix I yang membuat tiga spesies Giant Salamander ini tidak diperbolehkan untuk dibawa ke luar negeri.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Baca Juga: Mengenal Salamander, Hewan Amfibi yang Mirip Kadal